Pada awal abad
ke-16 bangsa barat mulai berdatangan di Indonesia. Kedatangan bangsa barat
tersebut didorong tiga motivasi utama, yakni:
1. mencari daerah
jajahan yang seluas-luasnya dalam rangka mencapai kejayaan negaranya (glory),
2. ingin mencari kekayaan
yang sebanyak-banyaknya (gold), dan
3. ingin
melaksanakan misi gereja, yakni menyebarkan agama Kristen di daerah jajahan (gospel).
Dengan motivasi
tiga semboyan tersebut bangsa barat saling berlomba-lomba mencari daerah
jajahan, baik di benua Asia maupun di benua Afrika. Tercatat beberapa bangsa
barat pernah menginjakkan kaki dan sekaligus merasakan kekayaan bangsa
Indonesia, yakni bangsa Portugis yang berhasil merebut Malaka pada tahun 1511
untuk kemudian merebut Maluku pada tahun 1512. Bangsa Belanda pertama kali
mendarat di Banten pada tahun 1596 untuk kemudian disusul dengan
rombongan-rombongan lainnya hingga berhasil menjajah Indonesia selama waktu
sekitar 350 tahun. Bangsa Inggris pernah berhasil merebut Indonesia dari tangan
Belanda pada tahun 1811-1815.
Para penjajah
tersebut dengan kekuatan paksanya berusaha mewarnai kehidupan bangsa Indonesia,
termasuk dalam hal penyebaran agama Kristen. Oleh karena itu, dibawah
penjajahan bangsa barat tersebut bangsa Indonesia benar-benar mengalami
penderitaan lahir batin. Penderitaan yang berkepanjangan itulah yang telah
membentuk jiwa-jiwa pejuang dari putra-putri bangsa sehingga berhasil memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Uraian di atas
memberikan gambaran, adaptatifnya bangsa Indonesia menerima unsur-unsur
kebudayaan asing. Segala unsur kebudayaan asing seperti kebudayaan
Bacson-Hoabinh, kebudayaan Dongson, kebudayaan Hindu-Budha, kebudayaan Islam,
kebudayaan barat telah berasimilasi menjadi kebudayaan bangsa Indonesia yang
ada sekarang ini. dari putra-putri bangsa sehingga berhasil memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kondisi tersebut
sekaligus menunjukkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat
toleran dan sekaligus terbuka terhadap keberadaan kebudayaan asing. Toleransi
dan keterbukaan tersebut telah memungkinkan terjadinya kesinambungan masyarakat
Indonesia sampai sekarang ini. Perlu dicatat, setiap kali pengaruh kebudayaan
asing datang, bukan berarti menghapus sama sekali kebudayaan yang berkembang
sebelumnya.
Dalam
kebudayaan bangsa Indonesia terdapat beberapa unsur yang bersifat tetap dan
selalu dipertahankan, disamping terdapat beberapa unsur yang berubah.
Unsur-unsur yang bersifat tetap pada umumnya merupakan unsur kebudayaan yang
bersifat fundamental yang menjadi pegangan hidup, misalnya ideologi.
Sedangkan
unsur-unsur yang berubah pada umumnya merupakan kebudayaan yang bersifat
lahiriah. Fenomena tersebut senada dengan pandangan Bierens de Haan yang
menyebutkan adanya unsur statika dan unsur dinamika. Unsur statika merupakan
unsur yang bersifat tetap, sedangkan unsur dinamika merupakan unsur yang
bersifat berubah-ubah.
Kesinambungan
masyarakat Indonesia tersebut semakin kokoh dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai landasan idiil, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan
konstitusional, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan
operasional bagi pembangunan masyarakat Indonesia.
Kesinambungan masyarakat
Indonesia tersebut harus dijamin melalui pelaksanaan pembangunan yang
terencana. Di dalam GBHN jelas-jelas dinyatakan bahwa pembangunan nasional
dilaksanakan secara berencana, bertahap, dan berkesinambungan. Setiap tahap
pembangunan merupakan landasan bagi kegiatan pembangunan pada tahap berikutnya.