Secara historis
proses modernisasi tidak dapat dilepaskan dari munculnya kelompok intelektual
sebagai salah satu bentuk penentangan terhadap kekuasaan Gereja di Eropa pada
abad pertengahan. Seperti yang diketahui bahwa kelompok intelektual tersebut telah
memunculkan era kebangkitan kembali (renaissance) dan era pencerahan (aufklarung)
yang kemudian memunculkan aliran rasionalisme yang sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun demikian,
tonggak modernisasi justru terjadi pada saat peristiwa revolusi industri yang
terjadi di Inggris pada abad ke-18. Revolusi industri tersebut dilatarbelakangi
oleh adanya beberapa penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
di antaranya adalah penemuan mesin hitung oleh Blaise Pascal, penemuan mesin
tenun oleh James Hargreaves, penemuan mesin uap oleh James Watt, penemuan kapal
api yang dikembangkan oleh Symington dan Robert Fulton, penemuan lokomotif yang
dikembangkan oleh Richard Trevithic dan George Stephenson, dan lain sebagainya.
Selaras dengan dinamika masyarakat, modernisasi tersebut terus
berkembang ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Seperti yang
telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya, modernisasi merupakan suatu
kecenderungan sikap yang mendahulukan sesuatu hal yang baru dibandingkan dengan
sesuatu yang bersifat tradisi berdasarkan prinsip-prinsip rasionalitas. Pada
dasarnya modernisasi merupakan suatu proses sosial yang mencakup
berbagai bidang kehidupan sehingga tidak dapat ditetapkan batas-batasnya secara
mutlak. Dalam hubungan ini Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa modernisasi
merupakan suatu bentuk transformasi total dari kehidupan yang bersifat
tradisional ke arah kehidupan yang bersifat modern, dengan pola-pola ekonomis
dan politis sebagaimana yang dicirikan dalam kehidupan di negara-negara barat.
Pandangan
Soerjono Soekanto di atas seolah-olah menyamakan antara modernisasi
dengan westernisasi. Namun sesungguhnya konsep modernisasi sama sekali
berbeda dengan konsep westernisasi. Lebih jelas lagi Koentjaraningrat
menjelaskan bahwa modernisasi merupakan suatu usaha untuk hidup sesuai dengan
zaman dan konstelasi dunia sekarang. Untuk masyarakat Indonesia, modernisasi
dapat berarti suatu usaha untuk mengubah berbagai sifat dan mentalitas yang
tidak cocok dengan pola-pola kehidupan yang berkembang sekarang. Sedangkan
westernisasi, masih menurut Koentjaraningrat, merupakan peniruan gaya hidup
orang barat secara berlebihan, mulai dari pola tingkah laku, pergaulan,
kebiasaan, hingga gaya hidup dan mode.
Tidak semua
kebudayaan barat sesuai dengan nilai-nilai modernitas. Ini sama artinya dengan
tidak semua kebudayaan barat cocok untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa
kebudayaan barat seperti suka berfoya-foya, mabuk-mabukan, seks bebas, dan lain
sebagainya sama sekali tidak dapat diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia
yang religius. Dengan demikian, orang-orang yang menganut gaya hidup westernis
belum tentu merupakan orang-orang modern. Terlebih-lebih jika mengingat makna
modern sebagaimana yang disebutkan oleh Alex Inkeles dan David Smith, yakni:
1. selalu terbuka
terhadap ide-ide baru,
2. memiliki visi
dan misi yang berorientasi ke depan,
3. memiliki
kemampuan dalam perencanaan, dan
4. memiliki
optimisme untuk menguasai, mengolah, dan memanfaatkan alam.
Awal dari
proses modernisasi adalah pembentukan manusia-manusia modern yang di antaranya
ditandai dengan budaya membaca, budaya menulis, dan budaya penelitian yang
mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi
Metode Penelitian Sosial 49 kehidupan umat manusia. Soerjono Soekanto
menyebutkan adanya beberapa syarat dalam proses modernisasi, yaitu:
a. Menerapkan cara
berpikir ilmiah (scientific thinking) dalam kehidupan masyarakat melalui
sistem pendidikan dan pengajaran yang terencana dengan baik.
b. Memiliki sistem
administrasi negara yang baik dan benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Mempunyai
sistem pengumpulan data yang baik, teratur, akurat, serta terpusat dalam suatu
lembaga atau badan tertentu.
d. Menciptakan
iklim masyarakat yang baik dan mendukung terhadap proses modernisasi melalui
penggunaan media komunikasi massa yang efektif.
e. Meningkatnya
organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan.
f. Adanya
sentralisasi wewenang dalam melaksanakan perencanaan sosial (Social planning)
sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang ingin mengubah
perencanaan untuk kepentingan golongan tertentu.