Saat
musim kemarau datang, air sumurpun sudah mulai dalam dan tak jernih lagi
warnanya karena telah bercampur dengan tanah. Seorang ayah pun mengambil air
langsung dari sumber air pegunungan yang berjarak kurang lebih 300 meter dari
rumahnya untuk disalurkan ke sumurnya. Selang yang terbuat dari plastik yang
memiliki panjang sama dengan jarak dari rumahnya ke sumber air itu seringkali
harus dicek dan ditelusuri ketika air tak mengalir.
Hal
itu disebabkan biasanya karena sambungan lepas, kadang juga adanya kebocoran
pada selang plastik, terkadang selang juga melipat sehingga air pun berhenti
berjalan. Tepat di siang hari waktu azan Dzuhur berkumandang dari mushola di
dekat rumahnya, sang ayah menyuruh salah satu anak laki-lakinya untuk cek
selang yang tidak berjalan airnya dengan menelusuri seperti yang biasa ayahnya
lakukan.
Namun
ternyata, anaknya tidak mau, malah menjawab “Bapak saja yang ke sana, saya lagi
main”, katanya. Sang ayah pun langsung diam dan beranjak pergi kearah sumber
mata air dengan menelusuri selang yang sedang mengalami gangguan itu. Saat
masih terlihat ayahnya berjalan untuk cek air tersebut, si anak laki-laki yang
tidak mau disuruh tadi main dengan tangga kayu dengan memanjat pohon lamtoro di
belakang rumahnya tiba-tiba terjatuh meluncur ke bawah, karena anak tangga
salah satunya lepas dan betis kaki kirinya pun tertembus paku saat terjatuh
dengan kepala mendarat duluan.
Sakitpun
bukan kepalang yang ia rasakan, dan bekas luka ini pun masih terlihat jelas
sampai sekarang. Inilah akibat dari membantah perintah yang baik dari orang tua
yang telah berjuang membesarkan anak-anaknya. Semoga kisah berkesan ini
bermanfaat bagi kita untuk senantiasa berbakti kedua orang tua kita, sebelum
semuanya terlambat. Terimakasih…