Kebudayaan adalah unsur fundamental dalam
pengembangan pendidikan secara utuh. Pendidikan yang baik tidak serta merta
hanya mengembangkan intelektualitas tetapi yang terpenting intelektualitas yang
berbudaya. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk melihat ragam budaya
nasional, sehingga merevitalisasi pendidikan harus memasukkan unsur- unsur
nilai budaya yang menjadi penopang kualitas pendidikan.
Kebudayaan yang menjadi roh pendidikan adalah
kebudayaan dalam tataran nilai. Kebudayaan tersebut bukanlah kebudayaan yang
statis, namun responsif-evaluatif dengan unsur yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana
berita yang admin kutip dari antaranews.com bahwa Pendidikan seyogianya
berbasis pada kebudayaan yang memiliki fleksibilitas dalam beradaptasi terhadap
ruang dan waktu masa kini, kata peneliti dari Forum Studi Kebudayaan Institut
Teknologi Bandung Acep Iwan Saidi.
“Hal itu berpijak pada masa lalu sebagai
titik berangkat dan bergerak ke masa depan sebagai tujuan,” katanya dalam
diskusi Formalisme dalam Lembaga Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Jumat (28/11). Ia mengatakan pendidikan masa depan seyogianya mengarah pada
pencapaian kebahagiaan sebagai prestasi tertinggi belajar dan berorientasi pada
upaya menghasilkan manusia terampil yang menguasai pengetahuan.
“Pergeseran orientasi pendidikan tinggi dari
sistem pendidikan Eropa Continental ke sistem Amerika telah melahirkan
pragmatisme, berbanding lurus dengan formalisme dan materialisme yang bertahan
hingga sekarang,” katanya. Menurut Acep sistem pendidikan di Indonesia masih
berbasis pada formalisme, yang berhubungan timbal balik dengan materialisme,
dan dalam kondisi itu formalisme dan materialisme pendidikan bersambung dan
menjadi pendukung berkembangnya budaya populer.
“Pendidikan kita hanya menyentuh permukaan.
Tidak ada pembentukan karakter maupun pencapaian kebahagiaan, yang mestinya
menjadi prestasi tertinggi belajar,” katanya. Ia menambahkan, pendidikan
seyogianya bukan hanya meliputi proses pembelajaran untuk mengetahui melainkan
juga mengalami.
“Mengatasi persoalan pendidikan tidak cukup
dengan hanya mengubah secara tambal sulam hal-hal di permukaan seperti
perubahan kurikulum, pelatihan guru, perbaikan infrastruktur, tetapi juga harus
dimulai dari pengubahan orientasi dan filosofinya,” kata Acep.
Sementara dosen
pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Ouda Teda Ena menyebut beberapa persoalan serius dalam dunia
pendidikan Indonesia seperti ketidakjelasan dasar dan arah pendidikan,
kurikulum yang mudah berubah, mutu dan distribusi guru yang belum merata, dan
kurangnya dukungan finansial terhadap penyelenggaraan pendidikan.
“Pendidikan kita tidak jarang hanya asal
memenuhi standar global tertentu. Memang terdapat keuntungan materiil yang
tinggi dari hasil proses standardisasi itu, tetapi pendidikan bisa kehilangan
jiwanya, kehilangan rasa kasih sayang, dan kehilangan berbagai nilai
kemanusiaan,” kata Ouda. (sumber : antaranews.com)